Sabtu, 24 Januari 2009

Chatting Ilmu :: tentang Khitbah (Ajakan Nikah) Part V

PERTANYAAN V

ukhtii IS (30/12/2008 18:09:04): oh ya, tambahan pertanyaan, alasan syar'i apa yang bisa akhwat sampaikan kpd ikhwan, untuk menolak khtbahnya?

JAWABAN V

Hmm… alasan yang syar’i ?

Untuk yang kedua kalinya sejujurnya baru kali ini Penulis mendapatkan pertanyaan seperti ini, atau mesti membahas tentang hal ini, dari kajian-kajian atau maraaji’ yang pernah Penulis kaji pun belum pernah dibahas “ALASAN SYAR’I MENOLAK KHITBAH”.

Penulis menggarisbawahi alasan syar’i dari pertanyaan ukhtii, “Apa alasan syar’i akhwat untuk menolak khitbah ikhwan ?”. Jika yang dipertanyakan adalah alasan syar’i, timbul pertanyaan, apakah dituntut adanya alasan syar’i (alasan yang berdasarkan ketentuan syari’at) ? Seakan-akan syari’at menentukan hukum asal menerima khitbah itu adalah wajib (wakarimasuka ?), bukan khiyar/pilihan, sehingga diperlukan adanya alasan syar’i untuk menolak khitbah… hmm jika seperti itu sejujurnya penulis cukup bingung dengan pertanyaan ukhtii ini. (Adakah diantara pembaca sekalian yang bisa membantu penulis untuk menjawab ?)

Mungkin istilah yang lebih tepat ialah pertimbangan syari’at yang artinya pertimbangan yang didasarkan pada petunjuk syari’at, begitu maksud ukhtii ? Atau istilah lain yang mungkin juga tepat adalah pertimbangan mabda’iy (ideologis) ? Wallaahu a’lam

Yang pasti ‘alasan syar’i’ untuk menolak khitbah ikhwan, misalnya ada dalam kasus pernikahan-pernikahan yang terlarang,

  1. Jika ikhwan yang mengkhitbah (istilahnya melamar) adalah lelaki kafir (kafir ahlul kitaab, paganis/musyrik, atheis, komunis, -) yang nb menghalangi adanya pernikahan ; karena hukumnya haram bagi wanita muslimah menikah dengan lelaki kafir,
  2. Jika ikhwan tersebut ialah ikhwan yang ingin menikahi ukhtii dengan nikah mut’ah (kawin kontrak),
  3. Jika ukhtii adalah wanita yang haram dinikahi oleh ikhwan tersebut untuk selama-lamanya (mahramaat mu’abbad[an]), istilahnya itu ukhtii adalah mahramnya ; baik itu karena pertalian nasab, karena mushaaharah (kekerabatan karena pernikahan), atau karena persusuan,
  4. Jika ukhtii adalah wanita yang haram dinikahi untuk sementara waktu (mahramaat muaqqat[an]) oleh ikhwan tersebut ;

Sampel kasus nikahnya misalnya jika ikhwan tersebut hendak mempoligami ukhtii dengan bibi ukhtii baik dari pihak ayah maupun ibu, ikhwan tersebut hendak mempoligami ukhtii dengan saudara perempuan ukhtii ; baik saudara perempuan itu ialah saudara perempuan sekandung, seayah, seibu atau saudara perempuan karena persusuan, jika ukhtii ialah akhwat yang sudah nikah alias sudah bersuami (he.. ini ilmu), dll.

  1. Dll.

Dasar pemahaman Penulis, karena menikah dalam kasus-kasus di atas terlarang, maka menerima khitbahnya pun terlarang, karena khitbah itu merupakan ikatan menuju jenjang pernikahan. Ukhtii mengerti ? Jangan sampai salah paham atau berpaham salah.. kita sharing saja… long life education…

Sejauh yang anaa pahami, jika ukhtii menolak khitbah ikhwan, dan tidak berkenan mengungkapkan alasannya pun hal itu tidak lantas diharamkan syari’at. Tidak mengapa, bukankah itu pilihan (khiyaar) ? Menerima atau menolak khitbah itu adalah keputusan sang akhwat –tentu dengan segala konsekuensinya-. Akhwat mau terima atau menolak khitbah ikhwan, –di luar konteks pernikahan yang diharamkan syari’at- orang lain (wali sekalipun) tidak berhak memaksa. Tapi hmm… ini pertanyaan muhaasabah dari penulis mewakili para ikhwan, dalam konteks ikhtiar ; “menolak khitbah ikhwan ? Yaa.. mangga itu adalah pilihan ukhtii yang pasti memang ada konsekuensinya ; adakah masa ketika sang ikhwan tsb., akan mengkhitbah ukhtii untuk yang kedua kalinya ? Apakah akan datang lagi ikhwan yang lebih baik dari ikhwan yang mengkhitbah ukhtii tsb. ?”.

Kalau masukan dari penulis yaa.. jika sang ikhwan mempertanyakan alasan penolakan ukhtii… sampaikan saja sejujurnya alasan penolakan tersebut, dengan catatan tegas tapi diupayakan dengan bahasa yang tidak menyakiti perasaan ikhwan yang bersangkutan, tapi ia paham, jika ukhtii memiliki dugaan kuat ikhwan tsb. akan merasa sakit hati, maka sebaiknya tidak usah mengungkapkan alasan penolakan. Ingat : meminjam pesan Rasulullaah saw, ‘sampaikan dengan bahasa qaumnya’.

5 komentar:

  1. af1,sy belum ngerti penjelasannya. Tp klo sy kasusnya menolak ikhwan yg beda harakah, gmn pertimbangan ideologisnya, dgn bhs halus.Jzklh...

    BalasHapus
  2. Salam..
    Bismillaahirrahmaanirrahiim..
    Sejauh yang anaa (irfan-penulis-admin blog)...
    - Pahami secara utuh pembahasan ttg khitbah ini, dari awal pembahasan anaa di blog ini,
    - Ikhwan yang beda harakah ? Hmm.. harakah yang seperti apa dulu ? (bisa dipertegas ?)
    - Nanti anaa jelaskan, secara rinci di blog

    BalasHapus
  3. - Artikel di atas ialah bagian ke V jadi baca atau copy dari awal.. agar pemahamannya utuh, tidak parsial, untuk meminimalisir kesalahpahaman, min fadhlik !
    - Artikel di atas ialah tanya jawab anaa dengan seorang akhwat yang bingung.. via YM...jadi anaa tidak banyak kutip dalil2nya,
    - Nanti akan anaa jawab di pembahasan artikel terbaru.. syukran

    BalasHapus
  4. Mau diskusi v ym ? Min fadhlik dalam koridor syar'i, ini alamat chatt anaa :
    irfan_rumi

    BalasHapus
  5. Alasan kesehatan juga bisa (misal ketahuan mandul, sakit ayan level parah), ato diketahui ada kepribadian yg berpotensi bisa merusak keharmonisan rumah tangga kelak, ato pihak ikhwan masih pengangguran (dianggap belum mampu menikah krn blm bs beri nafkah). Kadang bisa juga dijawab "tidak ada kecenderungan/kemantaban setelah nadhor"

    BalasHapus