Sabtu, 24 Januari 2009

Chatting Ilmu :: tentang Khitbah (Ajakan Nikah) Part VI (Habis)

PERTANYAAN VI

ukhtii IS (30/12/2008 18:10:21): bgmna ikhwan bs memahami dan membedakan, antara seorang akhwt it sudah siap menikah dan ingin menikah,,,

ukhtii IS (30/12/2008 18:10:33): siap dan ingin ..

ukhtii IS (30/12/2008 18:10:43):

JAWABAN VI

Penjelasan Pertama,

Jika kita sudah sepakat bahwa kesiapan yang dimaksud ialah kesiapan pada aspek kesiapan mental dan ruuhiyyah (nb : bukan materi), tentu hal itu tidak mudah diukur secara zhahir (yang tampak secara lahir), akan tetapi sebagaimana penjelasan Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani dalam kitabnya bahwa pemahaman (mafaahiim) akan berpengaruh terhadap perilaku (suluk) (baca : apa yang nampak secara zhahir (sikap, ucapan). Oleh karena itu, Penulis kira ikhwan pun mampu mengukur kesiapan mental, ruuhiyyah seorang akhwat dari apa-apa yang nampak dari perilakunya (baca : sikapnya, ucapannya, tulisannya, dll.) ; sehingga terlihat kedewasaan dan kematangan berpikirnya.. kemampuan dan kecendrungannya menyenangi dan mengasuh anak-anak, hal ini bisa sangat terlihat ketika akhwat mengajarkan ilmu pada anak-anak (misalnya jadi kakak asuh anak-anak jalanan)). Di sisi lain, terlebih lagi jika sang akhwat pun sudah mengungkapkan keinginannya untuk menikah… maka bagi Penulis sendiri hal itu sudah cukup untuk sampai pada dugaan kuat ; sang akhwat sudah memiliki kesiapan untuk menikah… Tapi memang tidak senantiasa tepat, mungkin di antara jalan yang tepat adalah dengan mempertanyakan kesiapan/’azamnya untuk menikah sebelum mengkhitbah. Setuju ?

Kesiapan menikah bisa disamakan dengan ‘azam untuk menikah. Sedangkan ‘azam itu sendiri merupakan keinginan kuat. Jadi bukan sebatas keinginan, akan tetapi lebih dari itu. Sudahkan saudara/i sekalian memiliki ‘azam untuk menikah ? Jika ‘Ya’… alhamdulillaahi ‘alaa kulli haal… semoga dimudahkan…

KHATIMAH

Akhirul Kalam, penulis meminta masukan, saran & kritik yang konstruktif demi perbaikan, jika pembaca memiliki pemahaman yang lebih dengan argumentasi yang lebih shahih, nb dengan hujjah-dalil syar’i yang lebih kuat, penulis mengharapkan masukannya, pahamkan orang lain yang belum paham atau yang salah paham, paham salah… kirim ke rumi_alhubb@yahoo.co.id atau 08179296234.

Al-Haqqu min rabbika fa lâ takû nanna minal mumtarîn ... , kesalahan datangnya dari saya pribadi sebagai insan yang mustadh’afîn dan faqîr ilallâh ..., al-insânu mahallul khatâ i wan-nis-yan" kepada Allah SWT kita bertawakal... semoga senantiasa dianugerahi rahmat dan maghfirah ...Aamiin.. Sayyidina Ali berkata, “man aktsara ahjara man tafakkara abshara (barangsiapa yang banyak bicara (penulis : menulis), (kemungkinan) banyak salahnya, barangsiapa yang banyak berpikir, terbukalah segala tabir). Jika ada salah mohon untuk dimaafkan & diluruskan, ad-dînu an-nashîhah…

Orang Arab bilang : Syukran Katsîran, 'alâ husni li ihtimâmikum !

Orang Jepang bilang : Arigatoo Gozaimasu !

Orang Sunda bilang : Hatur Nuhun !

Wallâhu a‘lam bi ash-shawâb

Fal ‘iyâdzu billâh. Wa mâ taufîqî illâ billâh []

Tidak ada komentar:

Posting Komentar