Kamis, 09 April 2009

Was-Was & Tips Syar'iyyah Ulama

WAS-WAS

Syaikh Ahmad Ramadhan dalam ‘Amaliyyah Ikhraajil Jinni wa Ibthaalis Sihr menjelaskan seputar penyakit was-was,

“was-was ialah jenis penyakit terkutuk, yang timbul karena seorang hamba mengalami berbagai kesusahan dan kesedihan, sementara kondisi fisik dan mentalnya lemah, sehingga tak dapat mengatasinya. Dia bersikap apatis, tidak mengalahkannya dengan kekuatan imannya. Dia lupa mengucapkan secara berulang-ulang dengan hati yang khusyuk akan firman Allah SWT : “innaalillaahi innaa ilayhi raaji’uun” (QS. Al-Baqarah [2] : 156).

Was-was dibagi dua :

Was-was intern, timbul dari setan yang selalu menemani manusia (qarin). Setiap manusia mempunyai qarin sendiri, dan cara pengobatannya ialah dengan membaca ta’awudz, Was-was ekstern atau was-was karena pengaruh dari luar. Was-was jenis inipun dibagi dua macam, yaitu ;

- Was-was yang bersifat sementara. Was-was ini menimpa orang yang bersangkutan selama beberapa waktu, kemudian lenyap darinya selama beberapa waktu pula,

- Was-was yang bersifat dominan, yakni was-was yang terus-menerus menimpa orang yang bersangkutan dengan kuatnya dan membisikkan serta memerintahkan kepadanya melakukan berbagai keburukan. Was-was jenis ini merupakan jenis was-was yang paling berbahaya; adakalanya menyebabkan orang yang bersangkutan menjadi gila (na’uudzubillaahi min dzaalik)

TIPS SYAR’IYYAH

Syaikh Ahmad Ramadhan pun mengungkapkan pengalamannya menghadapi pasien, seorang apoteker yang was-was istrinya berselingkuh. Apoteker tersebut diserang was-was yang sangat kuat hingga mempengaruhi kehidupan rumah tangganya. Berikut tips terapi Syar’iyyah yang dijelaskan oleh Syaikh Ahmad Ramadhan untuk mengobati penyakit was-was, amalkan secara konsisten (dawam) Insya Allah, barakallaahufiikum

Bila hendak tidur, bacalah terlebih dahulu QS. Al-Fatihah,

Baca ayat Qursiy (QS. Al-Baqarah : 255), jangan meninggalkan shalat lima waktu dan membaca surat Mu’awwidzat yang tiga (QS. Al-Ikhlas, QS. Al-Falaq dan QS. An-Naas),

Baca QS. Al-Baqarah [2] : 137 sebanyak sepuluh kali,

Baca do’a berikut sebanyak tiga kali ;

Yaa rabbal ardhiina wa maa aqallat wa rabbas-samaawaati wa maa adhallat kun lii jaaran wahfazhnii min kulli suuin

“Yaa Rabb tujuh lapis bumi dan segala sesuatu yang disanggahnya, wahai Rabb tujuh lapis langit dan segala sesuatu yang dinaunginya, sudilah kiranya Engkau melindungiku dan memelihara diriku dari segala kejahatan”

Teruslah beristighfar hingga kantuk mengalahkanmu sampai tertidur,

Berwudhulah sebelum tidur dan apabila terbangun di malam hari, ucapkan kalimat ; laa hawla wa laa quwwata illaa billaahi

Shalat shubuh hendaknya berjama’ah, dan seusai shalat banyak membaca firman Allah ; QS. Al-Anbiyaa’ [21] : 87

TAUSIYAH

Syaikh Ahmad Ramadhan pun berpesan “kami peringatkan kepada saudara-saudara yang menjadi pasien dan juga keluarganya, jangan sekali-kali pergi berobat kepada tukang ramal atau dukun atau pergi ke gereja-gereja, lalu duduk di hadapan para rahib dan pendeta, karena hal tersebut ialah perbuatan dosa besar yang justru akan menambah parah penyakit dan memudahkan setan lebih sering merasuki tubuhnya. Kami memohon kesehatan kepada Allah SWT bagi diri kami, juga anda semuanya”. Insya Allah, barakallaahufiikum

Wallaahu a’lam bish-shawaab

Rabu, 01 April 2009

FORUM DISKUSI-SHARING

FORUM DISKUSI

THIBBUN NABAWIY : RUQYAH SYAR'IYYAH :: ILMU KEBIDANAN :: DAKWAH :: KAJIAN ILMU TAJWID :: TSAQAFAH :: PERGAULAN DALAM ISLAM :: JURNALISTIK :: DESAIN GRAFIS COREL DRAW & ADOBE IN DESIGN :: DLL.

www.rumi-moslem.blogspot.com

ADMIN :

E-mail : rumi_alhubb@yahoo.co.id :: HP. 08179296234 :: YM : irfan_rumi

TTD

al-akh Irfan Rumi Ramadhan

(Raaqi' (Peruqyah Syar'iyyah), Calon Thabib Thibbun Nabawiy, Jurnalis, Desainer Grafis, Mahasiswa)

Rabu, 25 Maret 2009

Was Was : Mandi Berjam-jam

Diasuh oleh : Ust. Irfan Rumi Ramadhan

Pertanyaan Salamun'alaik.. Ini .........., ada tmn, yang setiap kli wudhu bs smpai 1 jam, buang air kecil-bsar, mandi.. bs brjam2. Ia tau it pnykit, tp tak kuasa.. Ada saran ??? Syukran (0857685130xx)

Jawaban

Wa'alaikumussalam.wr.wb.wmgfrthu.... Innalillaahi wa inna ilaihi raaji'uun...

Itulah penyakit was-was. Anaa tak jarang mendapati kasus seperti ini. Sebenarnya sudah banyak para ulama yang menjelaskan tentang ini, diantaranya syaikh ibnul Qayyim al-Jauziyyah dalam salah satu kitabnya. Ini ialah penyakit, dan baginda Rasulullaah saw berpesan bahwa setiap penyakit itu ada obatnya (kecuali menjadi tua).

Tausiyah para ulama yang anaa ingat tentang masalah ini. Yang bersangkutan harus ;

1. Banyak berta'awudz, beristighfar ; surat al-Mu'awwidzaat ; QS. Al-Ikhlas, QS. Al-Falaq, QS. An-Naas.

2. Lakukan evaluasi/muhaasabah apa yang menjadi penyebab was was. Misalnya karena masalah najis, maka lakukanlah petunjuk syari'at seputar membersihkan najis. Jika merasa was was, padahal sudah sesuai tuntunan syari'at, maka HIRAUKAN, HIRAUKAN was was tersebut,

3. Minimalisasi hal-hal yang bisa mendatangkan was was, lakukan sesuai batasan syari'at, jauhi israaf atau ghuluw fid diin (melampaui batas), atau sebaliknya meremehkan batasan syari'at,

4. Lawan segala bentuk keraguan, asalkan kita sudah berbuat sesuai syari'at, maka itu sudah cukup.

5. INGAT : yang menilai ibadah kita, amalan kita baik dan benar itu ialah Allah sebagai Syari' yang bisa kita ketahui dengan mematuhi tuntunan syari'at, jika ada keraguan maka keraguan itu datangnya dari syaithan dan kebodohan diri,

6. Luruskan paradigma, terapi mind set change, katakan pada diri yang bisa meyakinkan diri, semisal kata-kata afirmasi bahwa "AKU TIDAK WAS WAS, AKU SEHAT ! INSYA ALLAH ! YAKIN"

Dan intinya ; PERDALAM PEMAHAMAN TERHADAP AKIDAH DAN SYARI'AH, karena ulama yang menjelaskan bahwa was was bisa timbul dari kebodohan diri, sehingga dipermainkan oleh hawa nafsu diri sendiri atau tipu daya syaithan la'natullaahi 'alaih....

Dan rekomendasi anaa ;

1. Ruqyah syar'iyyah ; membuat lebih tenang, dan meminimalisasi jika adanya gangguan syaithan dari golongan jin...

2. Konsultasikan kepada orang yang 'alim dan amanah,

3. Baca buku-buku para ulama terpecaya tentang Was Was (banyak)

Tafadhdhal.. Semoga Allah menunjuki kita semua

Wallaahu a'lam bish-shawaab..

Selasa, 24 Maret 2009

Jin ! Sedikit Tentang Jin

“Dan kami telah menciptakan jin sebelum (Adam) dari api yang sangat panas.” (QS Al-Hijr 15:27).

Apakah Jin Itu?

Dalam Islam, makhluk ciptaan Allah dapat dibedakan antara yang bernyawa dan tak bernyawa. Di antara yang bernyawa adalah jin. Kata jin menurut bahasa (Arab) berasal dari kata ijtinan, yang berarti istitar (tersembunyi). Jadi :

  • jin menurut bahasa berarti sesuatu yang tersembunyi dan halus, sedangkan

  • syetan ialah setiap yang durhaka dari golongan jin, manusia atau hewan.

Dinamakan jin, karena ia tersembunyi wujudnya dari pandangan mata manusia. Itulah sebabnya jin dalam wujud aslinya tidak dapat dilihat mata manusia. Kalau ada manusia yang dapat melihat jin, maka jin yang dilihatnya itu adalah jin yang sedang menjelma dalam wujud makhluk yang dapat dilihat mata manusia biasa. “Sesungguhnya ua (jin) dan pengikut-pengikutnya melihat kalian (hai manusia) dari suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka.” (QS Al-A’raf 7:27). Tentang asal kejadian jin, Allah menjelaskan, kalau manusia pertama diciptakan dari tanah, maka jin diciptakan dari api yang sangat panas sesuai dengan ayat tersebut di atas. Dalam ayat lain Allah mempertegas: “Dan Kami telah menciptakan jin dari nyala api.” (QS Ar-Rahman 55:15). Ibnu Abbas, Ikrimah, Mujahid dan Adhdhahak berkata, bahwa yang dimaksud dengan firman Allah: Dari nyala api, ialah dari api murni. Dalam riwayat lain dari Ibnu Abbas: Dari bara api. (Ditemukan dalam Tafsir Ibnu Katsir). Dalilnya dari hadits riwayat Aisyah, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda: “Malaikat diciptakan dari cahaya, jin diciptakan dari nyala api, dan Adam diciptakan dari apa yang disifatkan(diceritakan) kepada kalian.” [yaitu dari air spermatozoa] (HR Muslim di dalam kitab Az-Zuhd dan Ahmad di dalam Al-Musnad). Bagaimana wujud api itu, Al-Qur’an tak menjelaskan secara rinci, dan Allah pun tidak mewajibkan kepada kita untuk menelitinya secara detail. Dalam sebuah hadits, Nabi Muhammad SAW bersabda: “Syetan memperlihatkan wujud (diri)nya ketika aku shalat, namun atas pertolongan Allah, aku dapat mencekiknya hingga kurasakan dingin air liurnya di tanganku. Kalau bukan karena doa saudaraku Nabi Sulaiman, pasti kubunuh dia.” (HR Bukhari).

Mengubah Bentuk

Setiap makhluk diberi Allah kekhususan atau keistimewaan tersendiri, di mana salah satu kekhususan jin ialah dapat mengubah bentuk. Misalnya jin kafir (syetan) pernah menampakkan diri dalam wujud orang tua kepada kaum Quraisy sebanyak dua kali. Pertama, ketika suku Quraisy berkonspirasi untuk membunuh Nabi Muhammad SAW di Makkah. Kedua, dalam perang Badr pada tahun kedua Hijriah. (QS Al-Anfaal 8:48).

Apakah Jin Juga Meninggal?

Jin beranak-pinak dan berkembang-biak (lihat surat Al-Kahfi, 18:50). Tentang apakah jin bisa meninggal atau tidak, ada pendapat bahwa jin hanya berkembang biak, tetapi tidak pernah meninggal. Benar atau tidak, wa Allahu a’lam. Namun menurut hadits yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim, di mana Nabi Muhammad SAW berdo’a: “Ya Allah, Engkau tidak mati, sedang jin dan manusia mati…” (HR Bukhari 7383 – Muslim 717).

Tempat-tempat Jin

Walaupun banyak perbedaan antara manusia dengan jin, namun persamannya juga ada. Di antaranya sama-sama mendiami bumi. Bahkan jin telah mendiami bumi sebelum adanya manusia dan kemudian tinggal bersama manusia itu di rumah manusia, tidur di ranjang dan amkan bersama manusia. Tempat yang paling disenangi jin adalah WC. Oleh sebab itu hendaknya kita berdoa waktu masuk WC yang artinya: “Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari (gangguan) setan (jin) laki-laki dan setan (jin) perempuan.” (HR At-Turmudzi). Syetan suka berdiam di kubur dan di tempat sampah. Apa sebabnya, Al-Qur’an tidak menjelaskan secara rinci. Kuburan dijadikan sebagai tempat bermeditasi oleh tukang sihir (Paranormal). Nabi Muhammad SAW melarang kita tidur menyerupai syetan. Syetan tidur di atas perutnya (tengkurap) dan bertelanjang. Manusia yang tidur dalam keadaan bertelanjang menarik perhatian syetan untuk mempermainkan auratnya dan menyebabkan timbulnya penyakit. Na’uzu billah min zaalik!

Qarin

Yang dimaksud dengan qarin dalam surat Qaaf 50:27 ialah yang menyertai. Setiap manusia disertai syetan yang selalu memperdayakannya. Allah berfirman, artinya: “Yang menyertai dia (qarin) berkata pula: ‘Ya Tuhan kami, aku tidak menyesatkan tetapi dialah (manusia) yang berada dalam kesesatan yang jauh’…” (QS Qaaf 50:27). Manusia dan syetan qarinnya itu akan bersama-sama pada hari berhisab nanti. Dalam sebuah hadits (HR Ahmad) Aisyah ra mengatakan: Rasulullah SAW keluar dari rumah pada malam hari, aku cemburu karenanya. Tak lama ia kembali dan menyaksikan tingkahku, lalu ia berkata: “Apakah kamu telah didatangi syetanmu?” “Apakah syetan bersamaku?” Jawabku. “Ya, bahkan setiap manusia.” Kata Nabi Muhammad SAW. “Termasuk engkau juga?” Tanyaku lagi. “Betul, tetapi Allah menolongku hingga aku selamat dari godaannya.” Jawab Nabi (HR Ahmad). Berdasarkan hadits ini, Nabi Muhammad juga ternyata didampingi syetan. Hanya syetan itu tidak berkutik terhadapnya. Lalu bagaimana mendeteksi keberadaan jin (misalnya di rumah kita), apa tanda-tanda seseorang kemasukan jin? Tidak ada cara atau alat yang bisa mendeteksi keberadaan jin. Sebab jin dalam wujud aslinya merupakan makhluk ghaib yang tidak mungkin dilihat manusia (QS Al-A’raf 7:27). Tidak ada manusia yang bisa melihat jin, dan jika ada manusia yang mengklaim mampu melihat jin, maka orang tersebut sedang bermasalah. Bisa jadi dia mempunyai jin warisan atau pun jin hasil dia belajar. Kemampuan ini sebetulnya dalam Islam dilarang untuk dimiliki, dan termasuk dalam kategori bekerja sama dengan jin yang menyesatkan (QS Al-Jin 72:6). Sesungguhnya, tidak ada cara yang bisa digunakan untuk mendeteksi keberadaan jin. Jangan meminta bantuan orang yang mempunyai ilmu terawang. Sebab kalau kita meminta bantuannya, kita berarti telah meminta bantuan dukun musyrik yang dalam Islam merupakan dosa besar, bahkan bisa mengeluarkan seseorang dari Islam.

Keberadaan Jin

Yang bisa diketahui dalam hal ini adalah tanda-tanda keberadaan jin. Umpamanya, jin yang menampakkan diri pada seseorang di rumah atau ditempat-tempat tertentu. Atau anggota rumah/kantor yang sering kehilangan uang sementara menurut perkiraan sangat tidak mungkin ada orang yang mencuri. Atau orang sering kesurupan kalau memasuki tempat tersebut. Itu adalah bagian dari indikasi gangguan jin di tempat tersebut. Jika sudah ada gangguan, maka Ruqyah Syar’iyyah adalah solusi islaminya. Ada pun jika tidak ada gangguan di rumah atau di tempat kita, maka pendeteksian keberadaan jin-jin jahat tak perlu dilakukan. Demikian juga masalah deteksi jin pada diri seseorang. Tidak ada orang yang dapat melihat keberadaan jin secara pasti dalam tubuh seseorang. Kalau ada yang mengaku mampu mendeteksinya secara pasti, maka orang tersebut juga mempunyai jin yang tidak boleh dimintai bantuan. Untuk memastikan keberadaan jin yang memasuki tubuh seseorang adalah juga dengan Ruqyah Syar’iyyah. Yaitu, terapi nabawi berupa membacakan ayat-ayat Al-Qur’an dan do’a-do’a yang ma’surat. Itulah satu-satunya cara islami yang diajarkan Islam untuk menangani segala kasus yang berhubungan dengan jin.

Indikasi orang yang dimasuki jin sebagai berikut:

1. Gejala waktu terjaga, di antaranya:

  1. Badan terasa lemah, loyo, dan tidak ada gairah hidup.

  1. Berat dan malas untuk beraktifitas, terutama untuk beribadah kepada Allah.

  1. Banyak mengkhayal dan melamun, senyum dan bicara sendiri.

  1. Tiba-tiba menangis atau tertawa tanpa sebab.

  2. Sering merasa ada getaran, hawa dingin, atau panas, kesemutan, berdebar, dan sesak nafas saat membaca Al-Qur’an.

2. Gejala waktu tidur, di antaranya adalah:

  1. Banyak tidur dan mengantuk berat, atau sulit tidur tanpa sebab.

  1. Sering mengigau dengan kata-kata kotor.

  1. Melakukan gerakan-gerakan aneh, seperti mengunyah dengan keras sampai beradu gigi.

  1. Sering bermimpi buruk dan seram atau seakan-akan jatuh dari tempat yang tinggi.

  1. Bermimpi melihat binatang-binatang seperti ular, kucing, anjing, singa, serigala yang seakan-akan menyerangnya.

  1. Bermimpi ditemui jin yang mengaku arwah nenek moyang atau tokoh tertentu.

  1. Saat tidur merasa seperti ada yang mencekik lehernya atau menggelitikinya dan menendangnya.

(Oleh : Muhammad Hanafi Maksum. Editor : Irfan Rumi Ramadhan)

Tahu Kajian Sebagian Masa'il Diniyyah ???

  1. Masalah pertama, bolehkah berobat dengan menelan "undur-undur"? untuk mengkaji masalah ini diperlukan pembahasan dua hal. Pertama, hukum makan "undur-undur" secara syar'I bagaimana? Kedua, kalau ternyata hukum makan "undur-undur" boleh maka berobat dengan "undur-undur" tidak ada masalah. Tapi jika ternyata diharamkan maka pembahasan yang berikutnya adalah bolehkah berobat dengan sesuatu yang diharamkan?

    1. Pembahasan point yang pertama. Secara umum Allah Ta'ala menjelaskan dalam Al-qur'an tentang apa yang dihalalkan dan apa yang diharamkan.

....وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبَاتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَائِثَ....(الاعراف:157)

Selanjutnya pada ayat-ayat yang lain Allah Ta'ala menjelaskan secara rinci apa-apa yang diharamkan, misalnya tentang haramnya bangkai, darah dan daging babi1. Selain dalam Al-qur'an juga dijelaskan dalam sunnah rasul saw. Misalnya tentang kebolehan makan daging Biawak2 dll.

    1. Kembali pada "undur-undur", Apakah termasuk yang dihalalkan untuk dimakan? Sepanjang yang kita ketahui tidak ada nash yang secara spesifik menyebut "undur-undur". "Undur-undur" dalam bahasa arab termasuk kategori " hasyarat" (serangga). Terkait dengan kasus yang semacam ini mari kita perhatikan ibarah yang diungkapkan para ulama' berikut ini:

      1. Dalam kitab Al-um juz II hal 264 Imam Al-muthalibi Asy-syafi'i ra berkata:

(قال الشافعي) رحمه الله تعالى أصل ما يحل أكله من البهائم والدواب والطير شيئان، ثم يتفرقان فيكون منها شئ محرم نصا في سنة رسول الله صلى الله عليه وسلم وشئ محرم في جملة كتاب الله عز وجل خارج من الطيبات ومن بهيمة الانعام فإن الله عزوجل يقول " أحلت لكم بهيمة الانعام " ويقول " أحل لكم الطيبات " فإن ذهب ذاهب إلى أن الله عزوجل يقول " قل لا أجد فيما أوحى إلى محرما على طاعم يطعمه " فأهل التفسير أو من سمعت منه منهم يقول في قول الله عزوجل " قل لا أجد فيما أوحى إلى محرما " يعنى مما كنتم تأكلون فإن العرب كانت تحرم أشياء على أنها من الخبائث وتحل أشياء على أنها من الطيبات فأحلت لهم الطيبات عندهم إلا ما استثنى منها وحرمت عليهم الخبائث عندهم قال الله عزوجل " ويحرم عليهم الخبائث "

      1. Dalam kitab Mukhtashar Al-muzanni juz I hal 285 dijelaskan:

...فانظر ما ليس فيه نص تحريم ولا تحليل فإن كانت العرب تأكله فهو داخل في جملة الحلال والطيبات عندهم لانهم كانوا يحللون ما يستطيبون وما لم يكونوا يأكلونه باستقذاره فهو داخل في معنى الخبائث

      1. Dalam kitab Qawaidul Fiqhi, hal 273, Al-allamah Muhammad 'Amim Al-ihsan Al-burkuti menjelaskan pengertian Al-khabaits:

...الخبائث ما كانت العرب تستقذره ولا تأكله مثل الأفاعي و العقارب والأبرص والخنافس والفأر وغيرها مفرده الخبيث وهو النجس والرديء المستكره قال الراغب ويحرم عليهم الخبائث أي ما لا يوافق النفس من المحظورات...

      1. Dalam kitab Fathul Bari juz IX hal 518, Imam Al-hafidz Ibn Hajar Al-asqalani menjelaskan dengan mengutip penjelasan Imam Asy-syafi'I ra:

...وقد جعلها الشافعي أصلا في تحريم ما تستخبثه العرب مما لم يرد فيه نص بشرط سيأتي بيانه....

      1. Dalam kitab Iqna' Juz II hal 582 dijelaskan:

وكل حيوان لا نص فيه من كتاب أو سنة أو إجماع لا خاص ولا عام بتحريم ولا تحليل ولا ورد فيه أمر بقتله ولا بعدمه استطابته العرب وهم أهل يسار أي ثروة وخصب وأهل طباع سليمة سواء كانوا سكان بلاد أو قرى في حال رفاهية فهو حلال إلا ما أي حيوان ورد الشرع بتحريمه كما سيأتي فلا يرجع فيه لاستطابتهم وكل حيوان استخبثته العرب أي عدوه خبيثا فهو حرام إلا ما أي حيوان ورد الشرع بإباحته كما سيأتي فلا يكون حراما لأن الله تعالى أناط الحل بالطيب والتحريم بالخبيث...

      1. Dalam kitab Al-majmu' syarhul Muhadz-dzab juz IX hal 25 dijelaskan:

قال المصنف رحمه الله (وما سوى ذلك من الدواب والطيور ينظر فيه فان كان مما يستطيبه العرب حل أكله وان كان مما لا يستطيبه العرب لم يحل أكله لقوله عزوجل (ويحل لهم الطيبات ويحرم عليهم الخبائث) ويرجع في ذلك إلى العرب من أهل الريف والقرى وذوى اليسار والغني دون الاجلاف من أهل البادية والفقراء وأهل الضرورة فان استطاب قوم شيئا واستخبثه قوم رجع إلى ما عليه الاكثر فان اتفق في بلاد العجم ما لا يعرفه العرب نظر إلى ما يشبهه فان كان حلالا حل وإن كان حراما حرم وإن لم يكن له شبيه فيما يحل ولا فيما يحرم ففيه وجهان....

      1. Dalam tafsir Fathul Qadir, juz II hal 42 Imam Al-hafidz Asy-syaukani menjelaskan:

وفي الخبائث ثلاثة أقوال . أحدها : أنها الحرام ، والمعنى : ويحرِّم عليهم الحرام . والثاني : أنها ما كانت العرب تستخبثه ولا تأكله ، كالحيات ، والحشرات . والثالث : ما كانوا يستحلُّونه من الميتة ، والدم ، ولحم الخنزير .

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa "undur-undur" dapat dikategorikan sebagai serangga atau dalam bahasa arab disebut dengan "hasyarat" yang termasuk al-khabaits. Dan hukum mengkonsumsi "undur-undur" adalah haram.

    1. dengan kesimpulan bahwa hukum mengkonsumsi "undur-undur" adalah haram, lalu bagaimana hukum berobat dengan "undur-undur" yang diharamkan dikunsumsi? Imam Al-hafidz Muhyiddin An-nawawi menjelaskan dalam kitab Al-majmu' Syarhul Muhadz-dzab juz II hal 549 sebagai berikut:

واحتج لمن قال بالطهارة بحديث انس رضي الله عنه قال (قدم ناس من عكل أو عرينة فاجتووا المدينة فأمرهم النبي صلى الله عليه وسلم ان يشربوا من ابوال إبل الصدقة والبانها) رواه البخاري ومسلم وعكل وعرينة بضم العين فيهما وهما قبيلتان وقوله اجتووا بالجيم أي استوخموا واحتج لهم بحديث يروى عن البراء موفوعا (ما اكل لحمه فلا بأس ببوله) وعن جابر مرفوعا مثله واحتج اصحابنا بقول الله تعالي (ويحرم عليهم الخبائث) والعرب تستخبث هذا وباطلاق الاحاديث السابقة وبالقياس علي ما يؤكل وعلى دم المأكول والجواب عن حديث انس انه كان للتداوي وهو جائز بجميع النجاسات سوى الخمر كما سنقرره بدلائله في كتاب الاطعمة ان شاء الله تعالى...

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa berobat dengan "undur-undur" yang diharamkan dikonsumsi karena termasuk hasyarat yang terkategorikan al-khabaits adalah boleh.

Meski begitu, yang perlu diperhatikan adalah sejauhmana efektifitas berobat dengan "undur-undur". Sejauh ini memang belum ada penelitian atau data-data ilmiah yang membuktikan bahwa "undur-undur" adalah efektif sebagai obat. Karenanya bisa jadi 'tradisi' pengobatan dengan "undur-undur" tersebut hanya sugesti dan secara medis sama sekali tidak ada kasiatnya atau bahkan akan menimbulkan madzarat.

Khulashatul qaul, alangkah baiknya kalau kita berobat dengan cara-cara yang lebih rasional dan yang secara empirik sudah terbukti efektif. Bukankah dalam hadits yang dikeluarkan oleh Imam At-tirmidzi Rasulullah SAW bersabda:

مِنْ حُسْنِ إِسْلَامِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لَا يَعْنِيهِ

Al-allamah Al-mubarakfuri dalam kitab Tuhfatul Ahwadzi juz VI hal 102 menjelaskan pengertian hadits diatas dengan mengutip penjelasan Imam Al-mala Al-qari rahimahullah sebagai berikut:

وَحَقِيقَةُ مَا لَا يَعْنِيهِ مَا لَا يَحْتَاجُ إِلَيْهِ فِي ضَرُورَةِ دِينِهِ وَدُنْيَاهُ ، وَلَا يَنْفَعُهُ فِي مَرْضَاةِ مَوْلَاهُ بِأَنْ يَكُونَ عَيْشُهُ بِدُونِهِ مُمْكِنً...

Wallahu a'lam

  1. Masalah kedua. Bolehkah pemilik jasa penyelepan padi mengambil katul dan sekam tanpa izin terlebih dahulu dari pemilik padi?

Jawab: jasa penyelepan padi termasuk kategori ijarah.

Tentang kebolehan ijarah ini, Syeikh Muhammad Khatib Asy-syarbini menjelaskan3:

والأصل فيها قبل الإجماع قوله تعالى فإن أرضعن لكم فآتوهن أجورهن وجه الدلالة أن الإرضاع بلا عقد تبرع لا يوجب أجرة وإنما يوجبها ظاهر العقد فتعين. وخبر الصحيحين أنه صلى الله عليه وسلم احتجم وأعطى الحجام أجرته وخبر البخاري أنه صلى الله عليه وسلم والصديق رضي الله عنه استأجرا رجلا من بني الديل يقال له عبدالله بن الأريقط. وخبر مسلم أنه صلى الله عليه وسلم نهى عن المزارعة وأمر بالمؤاجرة وخبر ابن ماجة والبيهقي أنه صلى الله عليه وسلم قال أعطوا الأجير أجرته قبل أن يجف عرقه. وروي أن عليا أجر نفسه من زفر فاستقى له كل دلو بتمرة حتى بلغ بضعا وأربعين دلوا....

Penyedia jasa penyelepan sebagai ajir dengan ujrah (ongkos atau kompensasi) yang telah disepakati sebelumnya.

Imam Al-hafidz Muhyiddin bin syaraf An-nawawi dalam kitab Radudhatuth thalibin wa Umdatul Muftin Juz II hal 206 mendifinisikan ijarah sebagai:

...فان الإجارة تمليك منفعة بعوض...

sesungguhnya ijarah itu adalah pemilikan manfaat dengan ganti (biaya)

Imam Al-hafidz Zakaria Al-anshari mendevinisikan ijarah sebagai berikut:4

....وَشَرْعًا عَقْدٌ عَلَى مَنْفَعَةٍ مَقْصُودَةٍ مَعْلُومَةٍ قَابِلَةٍ لِلْبَذْرِ وَالْإِبَاحَةِ بِعِوَضٍ مَعْلُومٍ فَخَرَجَ بِمَنْفَعَةٍ الْعَيْنُ وَبِمَقْصُودَةٍ التَّافِهَةُ....

Dalam devinisi ini Syeikhul Islam Zakaria Al-anshari menonjolkan bi 'iwadhin ma'lumin (dengan ongkos atau kompensasi yang diketahui). Sedangkankan dalam kitab Tuhfatul Muhtaj fii Syarhil Minhaj juz XXIV hal 251, ijarah didevinisikan sebagai:

هِيَ لُغَةٌ اسْمٌ لِلْأُجْرَةِ ثُمَّ اُشْتُهِرَتْ فِي الْعَقْدِ وَشَرْعًا تَمْلِيكُ مَنْفَعَةٍ بِعِوَضٍ بِالشُّرُوطِ الْآتِيَةِ مِنْهَا عِلْمُ عِوَضِهَا وَقَبُولِهَا لِلْبَذْلِ وَالْإِبَاحَةِ

Pada devinisi ini juga ditekankan bahwa kompensasi atau ongkos itu hendaknya ma'lum (diketahui).

Dalam kitab syarhul Bahjatil Wardiyyah juz XII hal 47, ijarah didevinisikan:

وَهِيَ لُغَةً : اسْمٌ لِلْأُجْرَةِ وَشَرْعًا : عَقْدٌ عَلَى مَنْفَعَةٍ مَقْصُودَةٍ مَعْلُومَةٍ قَابِلَةٍ لِلْبَذْلِ ، وَالْإِبَاحَةِ بِعِوَضٍ مَعْلُومٍ فَخَرَجَ بِمَنْفَعَةٍ الْعَيْنُ وَبِمَقْصُودَةٍ التَّافِهَةُ وَسَيَأْتِي بَيَانُهُمَا وَبِمَعْلُومَةٍ الْقِرَاضُ ، وَالْجِعَالَةُ عَلَى عَمَلٍ مَجْهُولٍ وَبِقَابِلَةٍ لِمَا ذَكَرَ مَنْفَعَةُ الْبُضْعِ ، وَبِعِوَضٍ مَعْلُومٍ هِبَةُ الْمَنَافِعِ ، وَالْوَصِيَّةُ بِهَا ، وَالْإِعَارَةُ ، وَالْمُسَاقَاةُ نَعَمْ يَرِدُ عَلَيْهِ بَيْعُ حَقِّ الْمَمَرِّ وَنَحْوُهُ ، وَالْجِعَالَةُ عَلَى عَمَلٍ مَعْلُومٍ .

Dalam kitab Nihayatuz Zain juz I hal 257, Syeikh Imam Nawawi Al-bantani Al-jawi mendevinisikan ijarah dan ketentuan sahnya ijarah dengan:

وهي عقد على منفعة مقصودة معلومة قابلة للبذل والإباحة بعوض معلوم تصح إجارة إذا وجدت أركانها وهي أربعة

Adapun rukun ijarah Imam Al-hafidz Muhyiddin bin syaraf An-nawawi menjelaskan, bahwa rukun ijarah ada empat5:

  1. dua fihak yang melakukan akad, syaratnya adalah baligh dan berakal

  2. sighat akad

  3. ujrah

  4. manfaat

Hal yang sama juga diungkapkan oleh Syeikhul Islam Zakaria Al-anshari6:

( وَفِيهِ ثَلَاثَةُ أَبْوَابٍ : الْأَوَّلُ فِي أَرْكَانِهَا وَهِيَ أَرْبَعَةٌ ) عَاقِدَانِ وَصِيغَةٌ وَأُجْرَةٌ وَمَنْفَعَةٌ....

Selanjutnya Syeikhul Islam Al-hafidz Zakaria Al-anshari menjelaskan tentang sighat ijab-qabul sebagai berikut:

( وَالثَّانِي ) ( الصِّيغَةُ ) مِنْ إيجَابٍ وَقَبُولٍ كَمَا فِي الْبَيْعِ ( كَأَجَّرْتُكَ أَوْ أَكْرَيْتُكَ هَذِهِ الدَّارَ كَذَا ) أَيْ شَهْرًا مَثَلًا ( بِكَذَا ) أَيْ بِمِائَةِ دِرْهَمٍ مَثَلًا ( وَكَذَا مَنْفَعَةُ ) هَذِهِ ( الدَّارِ فَيَقُولُ - مُتَّصِلًا - : قَبِلْت أَوْ اكْتَرَيْتُ ) أَوْ اسْتَأْجَرْتُ وَإِنَّمَا جُوِّزَتْ الْإِجَارَةُ مَعَ الْإِضَافَةِ إلَى الْمَنْفَعَةِ لِأَنَّهَا مَمْلُوكَةٌ بِهَا فَذِكْرُهَا فِيهَا تَأْكِيدٌ كَمَا فِي بِعْتُك رَقَبَةَ هَذَا أَوْ عَيْنَهُ ( وَكَذَا مَلَّكْتُك مَنْفَعَتَهَا شَهْرًا ) بِكَذَا لِأَنَّ الْإِجَارَةَ تَمْلِيكُ مَنْفَعَةٍ بِعِوَضٍ ( لَا بِعْتُك ) مَنْفَعَتَهَا شَهْرًا بِكَذَا لِأَنَّ لَفْظَ الْبَيْعِ وُضِعَ لِتَمْلِيكِ الْعَيْنِ فَلَا يُسْتَعْمَلُ فِي الْمَنْفَعَةِ كَمَا لَا يُسْتَعْمَلُ لَفْظُ الْإِجَارَةِ فِي الْبَيْعِ لَكِنْ يَنْبَغِي أَنْ يَكُونَ كِنَايَةً بَلْ قَالَ الْإِسْنَوِيُّ يَنْبَغِي أَنْ يَكُونَ صَرِيحًا لِأَنَّ الْإِجَارَةَ صِنْفٌ مِنْ الْبَيْعِ وَصَحَّحَهُ الْأَذْرَعِيُّ وَغَيْرُه....(اسنى المطالب, الجزء 12صحيفة 75)

Dalam Hasiyyah Al-bajayrimi alal Minhaj juz X hal 160 tentang syarat ujrah dijelaskan:

( وَ ) شُرِطَ ( فِي الْأُجْرَةِ مَا ) مَرَّ ( فِي الثَّمَنِ ) فَيُشْتَرَطُ كَوْنُهَا مَعْلُومَةً جِنْسًا وَقَدْرًا وَصِفَةً إلَّا أَنْ تَكُونَ مُعَيَّنَةً ، فَتَكْفِي رُؤْيَتُهَا ( فَلَا تَصِحُّ ) إجَارَةُ دَارٍ أَوْ دَابَّةٍ ( بِعِمَارَةٍ وَعَلَفٍ ) بِسُكُونِ اللَّامِ وَفَتْحِهَا ، وَهُوَ بِالْفَتْحِ مَا يُعْلَفُ بِهِ لِلْجَهْلِ فِي ذَلِكَ ...

Dengan memperhatikan ibarah yang dikemukakan para ulama' diatas baik tentang devinisi maupun rukun ijarah dapat disimpulkan bahwa pengambilan katul dan sekam tanpa izin pemilik padi hukumnya haram. Mengapa? Karena ketika berlangsung proses akad antara dua fihak, pengguna jasa dan yang menjual jasa ujrah-nya sudah ma'lum (diketahui dengan pasti) dan ujrah (upah) tersebut tentu katul dan kulit padi tidak termasuk di dalamnya.

Alhasil, jika katul dan sekam diambil oleh penyedia jasa penyelepan padi maka ketika akad ijarah harus dimasukkan sebagai bagian dari ujrah dan disepakati oleh kedua fihak atau fihak pengguna jasa dengan sukarela memberikan katul dan sekam pada penyedia jasa penyelepan padi. wallahu a'lam. (Lajnah Al-Khaashah Li Kasbul 'Ulama wal Masyayikh DPD HTI Kota Bandung)

1 Lihat firman Allah SWT dalam surah Al-maidah ayat 3

2 Hadits dikeluarkan oleh Imam Al-bukhari dari Khalid Ibnul Walid, Saifullah, ra. Lihat Shahih Al-bukhari juz V hal 2060, hadits nomor 5076

3 Lihat Asy-syeikh Muhammah Khatib ASy-syarbini, Mughnil Mukhtaj Juz II hal 332

4 Lihat Imam Al-hafidz Zakaria Al-anshari, Asnal Mathalib juz XII hal 73

5 Lihat Imam Al-hafidz Muhyiddin bin Syaraf An-nawawi, Raudhatuth Thalibin wa umdatul muftin juz II hal 206-207

6 Lihat Syeikhul Islam Al-hafidz Zakaria Al-anshri, Asnal Mathalib juz XII hal 73

Telaah Kitab Demokrasi Sistem Kufur (Syekh Abdul Qadim Zallum)

Oleh : M. Shiddiq Al-Jawi*

Pendahuluan

Memilih pemimpin yang baik hukumnya wajib, maka golput haram,” demikian salah satu butir fatwa MUI hasil Ijtima’ Ulama 24 - 26 Januari 2009 di Padang Panjang, Sumatera Utara. Fatwa tersebut sebenarnya mempunyai satu kelemahan mendasar, yaitu mengabaikan sistem demokrasi yang ada. Sangat disayangkan. Mestinya dikaji dulu, apakah sistem demokrasi itu sesuai Islam atau justru bertolak belakang dengan Islam?

Menurut Hizbut Tahrir, demokrasi adalah sistem kufur, sehingga implikasinya adalah haram hukumnya mengadopsi, menerapkan, dan mempropagandakannya. Pada tahun 1990, Hizbut Tahrir mengeluarkan kitab karya Syekh Abdul Qadim Zallum berjudul Ad-Dimuqrathiyah Nizham Kufr : Yahrumu Akhdzuha aw Tathbiquha aw Ad-Da’watu Ilaiha. Buku ini diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan judul Demokrasi Sistem Kufur : Haram Mengambilnya, Menerapkannya, dan Mempropagandakannya (Bogor : Pustaka Thariqul Izzah, 1994, cet I).

Telaah kitab kali ini bertujuan untuk menggambarkan isi buku tersebut, yang selanjutnya judulnya disingkat DSK (Demokrasi Sistem Kufur ). Seperti telah disebut, buku ini adalah karya Syekh Abdul Qadim Zallum (w. 2003). Beliau adalah ulama mujtahid yang faqih fid din yang pernah menjadi Amir (pemimpin) Hizbut Tahrir antara tahun 1977-2003.

Buku Yang Langka

Buku DSK karya Syekh Abdul Qadim Zallum tersebut sebenarnya bukan satu-satunya buku yang mengkritik demokrasi secara telak dan mendasar. Banyak buku lain yang juga menolak konsep demokrasi, misalnya :

1. Al-Hamlah Al-Amirikiyyah Li Al-Qadha` ‘Ala Al-Islam, Bab Ad Dimuqrathiyyah (Serangan Amerika Untuk Menghancurkan Islam, bab Demokrasi), dikeluarkan oleh Hizbut Tahrir tahun 1996;

2. Afkar Siyasiyah (Bab An-Niham ad-Dimuqrathiy Nizham Kufur min Wadh’i al-Basyar, h.135-140), dikeluarkan oleh Hizbut Tahrir tahun 1994;

3. Ad-Damghah Al-Qawiyyah li Nasfi Aqidah Ad-Dimuqrathiyyah (Menghancurkan Demokrasi), karya Syekh Ali Belhaj (tokoh FIS Aljazair);

4. Asy-Syakhshiyyah Al-Islamiyyah Juz I (Bab Asy-Syura h. 246-261) karya Syekh Taqiyyuddin An-Nabhani (pendiri Hizbut Tahrir);

5. Qawaid Nizham Al-Hukmi fi Al- Islam (Bab Naqdh Ad-Dimuqrathiyyah, h. 38-95) karya Mahmud Al-Khalidi (ulama Hizbut Tahrir);

6. Ad-Dimuqratiyyah fi Dhaw’i as-Syari’ah al-Islamiyyah (Demokrasi dalam Sorotan Syariah Islam), karya Mahmud Al- Khalidi;

7. Ad-Dimuqratiyyah wa Hukmul Islam fiiha, karya Hafizh Shalih (ulama Hizbut Tahrir);

8. Ad-Da’wah Ila Al-Islam (Bab Ad-Dimuqrathiyah Laisat Asy-Syura, h. 237-239) karya Ahmad Al-Mahmud (ulama Hizbut Tahrir);

9. Syura Bukan Demokrasi (Fiqh asy-Syura wa al-Istisyarat), karya Dr. Taufik Syawi, terbitan GIP Jakarta, tahun 1997;.

10. Naqdh al-Judzur Al-Fikriyah li Ad-Dimuqrathiyah Al-Gharbiyah, karya Prof. Dr. Muhammad Ahmad Mufti (ulama Hizbut Tahrir) (2002);

11. Haqiqah Ad-Dimuqrathiyah, karya Syaikh Muhammad Syakir Asy-Syarif (1411 H);

12. Ad-Dimuqrathiyah wa Akhowatuha, karya Abu Saif Al-Iraqi (1427 H);

13.Ad-Dimuqrathiyah Diin (Agama Demokrasi), karya Syekh Abu Muhammad Al-Maqdisi, terbitan Kafayeh Klaten, 2008 (cet II).

Bahkan Syekh Abdul Qadim Zallum sendiri sebenarnya telah mengkritik demokrasi secara ringkas dalam kitabnya yang lain, yakni Kaifa Hudimat Al Khilafah (Bab Munaqadhat Ad-Dimuqrathiyah li Al-Islam, h. 59-79).

Namun demikian, buku semacam DSK ini tetaplah terhitung jarang jika dibandingkan dengan buku-buku yang mempropagandakan demokrasi, yang jumlah bejibun nyaris tak terhitung lagi, baik yang memang ditulis kaum kafir maupun yang ditulis oleh intelektual muslim yang salah paham terhadap demokrasi. Lihat saja misalnya, buku berjudul Fiqih Daulah karya Yusuf Al-Qaradhawi. Berkaitan dengan demokrasi, Al-Qaradhawi menyatakan “keprihatinannya” tatkala suatu saat dia bertemu dengan seorang pemuda Yordania yang menyatakan bahwa demokrasi adalah sebuah sistem yang kufur. Padahal, menurut Al Qaradhawi, demokrasi tidak bertentangan dengan Islam sebab inti demokrasi adalah bahwa hak memilih penguasa ada di tangan rakyat. Dan hak semacam ini, katanya, ada dalam Islam.

Tak ayal lagi, pendapat Al Qaradhawi ini –yang sebenarnya tidak tepat itu— disambut hangat dan meriah oleh sebagian kaum muslimin yang tengah mencari-cari justifikasi untuk terlibat dalam sistem demokrasi.

Di tengah banjirnya propaganda demokrasi yang tak kenal henti inilah, kehadiran buku DSK nampak menggugah dan menantang. Menggugah, karena kehadirannya mengingatkan kita bahwa di saat umat tenggelam dalam kegilaan dan kemabukan terhadap demokrasi ternyata masih saja ada ulama-ulama pelita umat yang jujur dan ikhlas membimbing umat serta menyampaikan nasihat dan peringatan kepada mereka. Dan dikatakan menantang, karena buku DSK tidak memposisikan diri secara defensif dan apologis sebagai pihak yang diserang. Sebaliknya, DSK mengambil posisi ofensif yang tidak tanggung-tanggung tanpa kenal kompromi. Ungkapan “Demokrasi Sistem Kufur” adalah deklarasi yang menantang, heroik, berani, tanpa tedeng aling-aling, dan tanpa basa-basi. Dalam ungkapan ini terkandung daya tantangan yang dahsyat, yang sungguh akan terlihat kontras bila dibandingkan dengan ungkapan para intelektual muslim yang menggembar-gemborkan demokrasi tanpa rasa malu sampai berbusa-busa mulutnya, atau ungkapan sebagian ulama yang memutar-mutar lidahnya hanya untuk memberi justifikasi palsu terhadap demokrasi.

Ringkas kata, buku DSK merupakan buku yang sangat layak dikaji oleh umat yang nasibnya terus terpuruk dan tak henti-hentinya dipermainkan oleh negara-negara Barat kafir yang katanya merupakan pionir-pionir demokrasi itu. DSK boleh dikatakan semacam obat mujarab yang dapat menyembuhkan umat yang tengah mengidap penyakit bingung dan sesat akibat upaya Barat –dan antek-anteknya dari kalangan penguasa dan intelektual muslim– yang tak kenal lelah menjajakan demokrasi yang kufur itu.

Gambaran Isi Buku

Mereka yang membaca DSK akan menemukan bahwa buku itu ditulis tanpa daftar isi, tanpa pembagian menjadi bab-bab, dan tanpa sub-sub judul. (Kitab aslinya yang berbahasa Arab juga tanpa daftar isi, tanpa bab-bab, dan tanpa anak judul). Sehingga, DSK terkesan “aneh”, tidak efektif, tidak sistematis, dan terasa janggal. Namun demikian, di balik kesan-kesan seperti itu, sebenarnya teknik penulisan DSK itu memang disengaja dan mempunyai maksud tertentu, yaitu ingin mengajak pembacanya untuk lebih mencurahkan konsentrasi dan daya pikirnya, sehingga pembaca akhirnya dapat menangkap substansi buku dan merangkai sendiri urutan dan sistematika berpikir penulis. Jadi, DSK memang bukan buku instan seperti fastfood yang cepat saji, melainkan buku yang betul-betul mengajak pembacanya untuk berpikir keras dalam memahami dan mencerna suatu ide. Kesan-kesan bahwa DSK tidak efektif, tidak sistematis, dan sebagainya –karena melulu berisi teks tanpa anak-anak judul– barangkali hanya akan dirasakan oleh mereka yang malas berpikir.

Dengan menelaah DSK secara cermat, setidaknya ada 5 (lima) ide pokok (pikiran utama) yang hendak disampaikan oleh penulisnya, yaitu :

Pertama, Deskripsi ringkas demokrasi,

Kedua, Praktek dan paradoks demokrasi,

Ketiga, Sebab dianutnya demokrasi oleh umat Islam ,

Keempat, Kaidah pengambilan ide dari umat dan bangsa lain,

Kelima, Kontradiksi demokrasi dengan Islam.

Ide pokok pertama, menjelaskan tentang demokrasi dari segi pengertiannya, sumbernya, latar belakangnya, aqidah yang melahirkannya, asas-asas yang melandasinya, serta hal-hal yang harus diwujudkannya agar rakyat dapat melaksanakan demokrasi.

Ide pokok kedua, menerangkan bagaimana demokrasi yang sebenarnya ide khayal itu dipraktekkan dalam kenyataan. Dijelaskan pula paradoks yang terjadi di negara-negara Barat dan negeri-negeri Islam dalam penerapan demokrasi.

Ide pokok ketiga, menerangkan 2 (dua) sebab utama mengapa umat mengambil demokrasi, yakni serangan pemikiran yang dilancarkan Barat, dan kelemahan pemahaman di kalangan kaum muslimin.

Ide pokok keempat, menerangkan tentang hal-hal yang boleh dan yang tidak boleh diambil kaum muslimin dari umat dan bangsa lain, serta tentang hal-hal yang haram diambil oleh kaum muslimin.

Ide pokok kelima, menerangkan pertentangan total antara demokrasi dengan Islam dari segi sumber kemunculannya, aqidah yang melahirkannya, asas yang mendasarinya, serta ide dan peraturan yang dibawanya.

Berikut ini uraian lebih jauh untuk masing-masing ide pokok.

Ide I : Deskripsi Ringkas Demokrasi

Pada bagian awal DSK, Syekh Abdul Qadim Zallum berusaha menguraikan demokrasi secara ringkas. Satu hal yang beliau tekankan, bahwa demokrasi mempunyai latar belakang sosio-historis yang tipikal Barat selepas Abad Pertengahan, yakni situasi yang dipenuhi semangat untuk mengeliminir pengaruh dan peran agama dalam kehidupan manusia. Demokrasi lahir sebagai anti-tesis terhadap dominasi agama dan gereja terhadap masyarakat Barat. Karena itu, demokrasi adalah ide yang anti agama, dalam arti idenya tidak bersumber dari agama dan tidak menjadikan agama sebagai kaidah-kaidah berdemokrasi. Orang beragama tertentu bisa saja berdemokrasi, tetapi agamanya mustahil menjadi aturan main dalam berdemokrasi. Secara implisit, beliau mencoba mengingatkan mereka yang menerima demokrasi secara buta, tanpa menilik latar belakang dan situasi sejarah yang melingkupi kelahirannya.

Penjelasan ringkas ini meliputi 5 (lima) aspek utama yang berkaitan dengan demokrasi, yaitu :

a). Asal-usul demokrasi ,

b). Aqidah demokrasi,

c). Ide dasar demokrasi,

d). Standar demokrasi (yaitu mayoritas), dan

e). Kebebasan dalam demokrasi, sebagai prasyarat agar rakyat dapat mengekspresikan kehendak dan kedaulatannya tanpa paksaan dan tekanan.

Berdasarkan kelima aspek ini, penjelasan ringkas tentang demokrasi tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Demokrasi adalah buatan akal manusia, bukan berasal dari Allah SWT.

2 Demokrasi lahir dari aqidah pemisahan agama dari kehidupan, yang selanjutnya melahirkan pemisahan agama dari negara.

3. Demokrasi berlandaskan dua ide :

a. Kedaulatan di tangan rakyat.

b. Rakyat sebagai sumber kekuasaan.

4. Demokrasi adalah sistem pemerintahan mayoritas. Pemilihan penguasa dan anggota dewan perwakilan, serta pengambilan keputusan dalam lembaga-lembaga tersebut diambil berdasarkan pendapat mayoritas.

5. Demokrasi menyatakan adanya empat macam kebebasan, yaitu :

a. Kebebasan beragama (freedom of religion)

b. Kebebasan berpendapat (fredom of speech)

c. Kebebasan kepemilikan (freedom of ownership)

d. Kebebasan bertingkah laku (personal freedom)

Ide II : Praktik dan Paradoks Demokrasi

Demokrasi adalah ide khayal (utopia), tidak sesuai dengan realitas dan penuh dengan paradoks, dan telah melahirkan dampak-dampak yang sangat buruk dan mengerikan terhadap umat manusia. Inilah yang hendak diuraikan oleh buku DSK pada ide pokok keduanya.

Demokrasi dalam pengertiannya yang asli adalah ide khayal, sedang setelah dilakukan takwil padanya, tetap tidak sesuai dengan fakta yang ada. Misalnya ide bahwa pemerintahan adalah dari, oleh, dan untuk rakyat dan bahwa kepala negara dan anggota parlemen merupakan wakil dari kehendak rakyat dan mayoritas rakyat. Faktanya, tidak seperti itu. Mustahil seluruh rakyat menjalankan pemerintahan. Karena itu, penggagas demokrasi membuat sistem perwakilan, sehingga katanya, rakyat harus diwakili oleh wakil-wakilnya di parlemen. Benarkah para anggota parlemen betul-betul mewakili rakyat dan membawa aspirasi mereka? Benarkah kepala negara yang dipilih oleh parlemen juga menyuarakan hati nurani rakyatnya? Ah, ternyata tidak juga. Bohong itu semua. Di negara-negara kapitalis, seperti Amerika dan Inggris, anggota parlemen sebenarnya mewakili para kapitalis, bukan mewakili rakyat. Di Amerika, proses pencalonan dan pemilihan wakil rakyat selalu dibiayai oleh para kapitalis, demikian uraian Syekh Abdul Qadim Zallum.

Banyak data kuantitatif yang menguatkan pernyataan ini. Untuk proses pencalonan satu orang senator saja, dibutuhkan biaya US $ 43 juta dolar. (Lihat Andrew L. Shapiro, Amerika Nomor 1, h. 89). Seberapa besar uang senilai US $ 43 juta dolar itu? Bayangkan, uang US $ 1 juta dolar saja (sekali lagi US $ 1 juta dolar saja), adalah sama dengan biaya pembelian 100.000 ton beras, yang dapat mencukupi kebutuhan 500.000 orang dalam satu tahun. Uang US $ 1 juta dolar dapat digunakan untuk membangun 1.000 ruang kelas yang dapat menampung sebanyak 30.000 siswa, serta dapat dimanfaatkan untuk membangun 40.000 apotik sederhana. (Lihat Rudolf H. Strahm, Kemiskinan Dunia Ketiga, h. 8-9). Jadi, sangat besar biaya untuk menjadi wakil rakyat di AS. Lalu, siapa yang menanggungnya? Jelas bukan rakyat dan calon bersangkutan. Para kapitalislah yang membiayai semuanya! Fakta ini sudah terkenal di Amerika.

Apakah seorang kepala negara yang dipilih parlemen benar-benar menyuarakan atau memperhatikan aspirasi rakyat? Ternyata juga tidak. Dalam DSK diuraikan contoh-contoh yang pernah ada dalam sejarah mengenai penguasa yang bertindak sendiri, tanpa persetujuan mayoritas parlemen, seperti Sir Anthony Eden (Inggris), John Foster Dulles (AS), Charles De Gaule (Perancis), dan Raja Hussein (Yordania).

Di samping menyoroti paradoks-paradoks demokrasi seperti itu, DSK juga menyinggung dampak-dampak buruk penerapan demokrasi. Kebebasan hak milik (sebagai prasyarat demokrasi), telah melahirkan kapitalisme yang akhirnya menjadi sarana negara-negara Barat untuk menjajah dan mengeksplotir berbagai bangsa di dunia. Akibat kapitalisme itu terutama adalah semakin memiskinkan negara-negara terjajah dan semakin membuat kaya negara-negara penjajah yang kafir. Banyak data kuantitatif yang membeberkan kenyataan ini. Negara-negara industri yang kaya (seperti AS, Inggris, Perancis, Jerman, dan Jepang) yang hanya mempunyai 26 % penduduk dunia, ternyata menguasai lebih dari 78 % produksi barang dan jasa, 81 % penggunaan energi, 70 % pupuk, dan 87 % persenjataan dunia. (Lihat Rudolf H. Strahm, Kemiskinan Dunia Ketiga, h. 8-9). Inilah tragedi akbar terhadap umat manusia akibat demokrasi yang kafir!

Kebebasan bertingkah laku yang dijajakan Barat, ternyata menimbulkan kebejatan moral yang mengerikan di Barat dan juga di negeri-negeri Islam yang mengekor Barat. Mayoritas rakyat AS (sebanyak 93 %) mengakui tidak mempunyai pedoman moral dalam hidupnya. Sekitar 31 % orang masyarakat AS yang telah berumah tangga pernah melakukan hubungan seks dengan pasangan lain. (Jumlah ini kira-kira setara dengan 80 juta orang). Mayoritas orang AS (62 %) menganggap hubungan seks dengan pasangan lain adalah sesuatu yang normal dan tidak bertentangan dengan tradisi atau moral. (Lihat Muhammad bin Saud Al-Basyr, Amerika di Ambang Keruntuhan, h. 13-32). Sungguh, ini menggambarkan betapa buruknya moral para penganut demokrasi!

Ide III : Sebab Diambilnya Demokrasi oleh Umat Islam

DSK pada bagian ini menerangkan mengapa demokrasi yang jelek itu tetap saja laku di kalangan umat Islam. Secara global, Syekh Abdul Qadim Zallum menjelaskan ada 2 (dua) sebab, yaitu :

Pertama, serangan kebudayaan (al-ghazwu ats-tsaqofi) yang dilancarkan Barat terhadap negeri-negeri Islam, yang dilancarkan sejak lama bahkan sebelum runtuhnya Khilafah Islamiyah, dan memuncak pada pada masa akhir Khilafah Utsmaniyah (pada paruh kedua abad XIX M).

Kedua, kelemahan dan kemerosotan taraf berpikir umat yang sangat parah. Kedua faktor ini saling bersinergi secara negatif, sehingga akhirnya umat terpikat dan terkecoh untuk mengambil peradaban Barat.

Dalam serangan kebudayaan, Barat antara lain menempuh cara menjelek-jelekkan Islam dan menerangkan bahwa biang kerok kemerosotan umat Islam adalah hukum-hukum Islam itu sendiri. Selain itu, Barat juga melakukan manipulasi pemikiran dengan menyatakan bahwa demokrasi tidaklah bertentangan dengan Islam dan bahwa justru Barat mengambil demokrasi dari Islam.

Sementara itu, pada saat yang sama kaum muslimin tengah anjlok taraf berpikirnya. Khususnya mengenai sikap yang harus diambil terhadap ide-ide yang berasal dari bangsa dan umat lain. Umat masih bingung dan belum mempunyai standar yang jelas mengenai apa yang boleh diambil dan tidak boleh diambil dari bangsa dan umat yang lain.

Adanya serangan Barat dan kemerosotan taraf berpikir umat inilah yang akhirnya menjerumuskan umat untuk mengambil ide demokrasi Barat yang kafir.

Ide IV : Kaidah Pengambilan Ide dari Umat dan Bangsa Lain

Pada bagian ini, dengan berlandaskan kajian yang komprehensif terhadap nash-nash syara’, penulis DSK menerangkan mana saja hal-hal yang boleh diambil kaum muslimin –dari apa yang dimiliki oleh umat dan bangsa lain– dan mana saja yang tidak boleh mereka ambil.

Standar atau kriterianya adalah sebagai berikut. Seluruh ide yang berhubungan dengan sains, teknologi, penemuan-penemuan ilmiah, dan yang semisalnya, serta segala macam bentuk benda/alat/bangunan yang terlahir dari kemajuan sains dan teknologi (madaniyah), boleh diambil oleh kaum muslimin. Kecuali jika terdapat aspek-aspek tertentu yang menyalahi ajaran Islam, maka kaum muslimin haram untuk mengambilnya, seperti Teori Darwin.

Ini dikarenakan semua pemikiran yang berkaitan dengan sains dan teknologi tidaklah berhubungan dengan Aqidah Islamiyah dan hukum-hukum syara’ yang berkedudukan sebagai solusi terhadap problematika manusia dalam kehidupan, melainkan dapat dikategorikan ke dalam sesuatu yang mubah, yang dapat dimanfaatkan manusia dalam berbagai urusan hidupnya. Dalam hal ini Rasullah SAW bersabda :

أَنْتُمْ أَدْرَى بِشُئُوونِ دُنْيَاكُمْ

Kalian lebih mengetahui urusan-urusan dunia kalian.” (HSR. Muslim)

Adapun ide-ide yang berkaitan dengan aqidah dan hukum-hukum syara’, serta ide-ide yang yang berhubungan dengan peradaban/kultur Islam (hadlarah), pandangan hidup Islam, dan hukum- hukum yang menjadi solusi bagi seluruh problema manusia, maka semua ide ini wajib disesuaikan dengan ketentuan syara’, dan tidak boleh diambil dari mana pun kecuali hanya dari Syari’at Islam saja. Artinya, hanya diambil dari wahyu yang terkandung dalam Kitabullah, Sunnah Rasul-Nya, dan apa-apa yang ditunjukkan oleh keduanya, yaitu Ijma’ Shahabat dan Qiyas, serta sama sekali tidak boleh diambil dari selain sumber-sumber tersebut. Sebab dalam hal ini Allah SWT telah memerintahkan kita untuk mengambil apa saja yang dibawa oleh Rasul SAW kepada kita dan meninggalkan apa saja yang dilarang oleh beliau. Allah SWT berfirman :

وَ مَا آتَاكُم الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَ مَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا

Apa yang diberikan/diperintahkan Rasul kepada kalian maka terimalah/laksanakanlah dia, dan apa yang dilarangnya bagi kalian maka tinggalkanlah.” (QS. Al Hasyr : 7)

Karena itu, kaum muslimin tidak boleh mengambil peradaban/kultur Barat, beserta segala peraturan dan undang-undang yang terlahir darinya, termasuk demokrasi. Sebab peradaban tersebut bertentangan dengan peradaban Islam.

Ide V : Kontradiksi Demokrasi dengan Islam

Pada ide pokok kelima ini, Syekh Abdul Qadim Zallum menguraikan 5 (lima) segi kontradiksi Islam dengan demokrasi, yaitu :

1. Sumber kemunculan

2. Aqidah

3. Pandangan tentang kedaulatan dan kekuasaan

4. Prinsip Mayoritas

5. Kebebasan

(1). Sumber Kemunculan

Sumber kemunculan demokrasi adalah manusia. Dalam demokrasi, yang menjadi pemutus (al haakim) untuk memberikan penilaian terpuji atau tercelanya benda yang digunakan manusia dan perbuatan-perbuatannya, adalah akal. Para pencetus demokrasi adalah para filosof dan pemikir di Eropa, yang muncul tatkala berlangsung pertarungan sengit antara para kaisar dan raja di Eropa dengan rakyat mereka. Dengan demikian, jelas bahwa demokrasi adalah buatan manusia, dan bahwa pemutus segala sesuatu adalah akal manusia.

Sedangkan Islam sangat bertolak belakang dengan demokrasi dalam hal ini. Islam berasal dari Allah, yang telah diwahyukan-Nya kepada rasul-Nya Muhammad bin Abdullah SAW. Dalam hal ini Allah SWT berfirman :

وَ مَا يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَى إِنْ هُوَ إِلاَّ وَحْيٌ يُوْحَى

Dan tiadalah yang diucapkannya itu menurut hawa nafsunya, ucapannya itu tiada lain hanya berupa wahyu yang diwahyukan.” (QS. An-Najm : 3-4)

(2). Aqidah

Adapun aqidah yang melahirkan ide demokrasi, adalah aqidah pemisahan agama dari kehidupan dan negara (sekularisme). Aqidah ini dibangun di atas prinsip jalan tengah (kompromi) antara para rohaniwan Kristen –yang diperalat oleh para raja dan kaisar dan dijadikan perisai untuk mengeksploitir dan menzhalimi rakyat atas nama agama, serta menghendaki agar segala urusan tunduk di bawah peraturan agama– dengan para filosof dan pemikir yang mengingkari eksistensi agama dan menolak otoritas para rohaniwan.

Aqidah ini tidak mengingkari eksistensi agama, tetapi hanya menghapuskan perannya untuk mengatur kehidupan bernegara. Dengan sendirinya konsekuensi aqidah ini ialah memberikan kewenangan kepada manusia untuk membuat peraturan hidupnya sendiri.

Sedangkan Islam, sangatlah berbeda dengan Barat dalam hal aqidahnya. Islam dibangun di atas landasan Aqidah Islamiyah, yang mewajibkan pelaksanaan perintah dan larangan Allah –yakni hukum-hukum syara’ yang lahir dari Aqidah Islamiyah– dalam seluruh urusan kehidupan dan kenegaraan. Aqidah ini menerangkan bahwa manusia tidak berhak membuat peraturan hidupnya sendiri. Manusia hanya berkewajiban menjalani kehidupan menurut peraturan yang ditetapkan Allah SWT untuk manusia.

(3). Pandangan Tentang Kedaulatan dan Kekuasaan

Demokrasi menetapkan bahwa rakyatlah yang memiliki dan melaksanakan kehendaknya, bukan para raja dan kaisar. Rakyatlah yang menjalankan kehendaknya sendiri.

Berdasarkan prinsip bahwa rakyat adalah pemilik kedaulatan, pemilik dan pelaksana kehendak, maka rakyat berhak membuat hukum yang merupakan ungkapan dari pelaksanaan kehendak rakyat dan ungkapan kehendak umum dari mayoritas rakyat. Rakyat membuat hukum melalui para wakilnya yang mereka pilih untuk membuat hukum sebagai wakil rakyat. Kekuasaan juga bersumber dari rakyat, baik kekuasaan legislatif, eksekutif, maupun yudikatif.

Sementara itu, Islam menyatakan bahwa kedaulatan adalah di tangan syara’, bukan di tangan umat. Sebab, Allah SWT sajalah yang layak bertindak sebagai Musyarri’ (pembuat hukum). Umat secara keseluruhan tidak berhak membuat hukum, walau pun hanya satu hukum. Allah SWT berfirman :

إِنِ الحُكْمُ إلاّ للهِ

Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah.” (QS. Al An’aam: 57)

Dalam hal kekuasaan, Islam menetapkan bahwa kekuasaan itu ada di tangan umat Islam. Artinya, bahwa umat memiliki hak memilih penguasa, agar penguasa itu dapat menegakkan pelaksanaan perintah dan larangan Allah atas umat.

Prinsip ini diambil dari hadits-hadits mengenai bai’at, yang menetapkan adanya hak mengangkat Khalifah di tangan kaum muslimin dengan jalan bai’at untuk mengamalkan Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya. Rasulullah saw bersabda :

مَنْ مَاتَ وَ لَيْسَ فِي عُنُقِهِ بَيْعَةٌ مَاتَ مِيْتَةً جَاهِلِيَّةً

Barangsiapa mati sedang di lehernya tak ada bai’at (kepada Khalifah) maka dia mati jahiliyah.” (HR. Muslim)

(4). Prinsip Mayoritas

Demokrasi memutuskan segala sesuatunya berdasarkan suara terbanyak (mayoritas). Sedang dalam Islam, tidaklah demikian. Rinsiannya adalah sebagai berikut :

(1) Untuk masalah yang berkaitan dengan hukum syara’, yang menjadi kriteria adalah kekuatan dalil, bukan mayoritas. Dalilnya adalah peristiwa pada Perjanjian Hudaibiyah.

(2) Untuk masalah yang menyangkut keahlian, kriterianya adalah ketepatan atau kebenarannya, bukan suara mayoritas. Peristiwa pada perang Badar merupakan dalil untuk ini.

(3) Sedang untuk masalah teknis yang langsung berhubungan dengan amal (tidak memerlukan keahlian), kriterianya adalah suara mayoritas. Peristiwa pada Perang Uhud menjadi dalilnya.

(5). Kebebasan

Dalam demokrasi dikenal ada empat kebebasan, yaitu:

a. Kebebasan beragama (freedom of religion)

b. Kebebasan berpendapat (fredom of speech)

c. Kebebasan kepemilikan (freedom of ownership)

d. Kebebasan bertingkah laku (personal freedom)

Ini bertentangan dengan Islam, sebab dalam Islam seorang muslim wajib terikat dengan hukum syara’ dalam segala perbuatannya. Tidak bisa bebas dan seenaknya. Terikat dengan hukum syara’ bagi seorang muslim adalah wajib dan sekaligus merupakan pertanda adanya iman padanya. Allah SWT berfirman :

فَلاَ وَ رَبِّكَ لاَ يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ

Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu (Muham- mad) hakim (pemutus) terhadap perkara yang mereka perselisihkan.” (QS. An Nisaa’: 65)

Penutup

Setelah menguraikan kontradiksi yang teramat nyata antara demokrasi dengan Islam, pada bagian akhir kitab DSK, Syekh Abdul Qadim Zallum menarik 2 (dua) kesimpulan yang sangat tegas, jelas, dan tanpa tedeng aling-aling. Tujuannya adalah agar umat Islam terhindar dari kekufuran dan kesesatan sistem demokrasi. Dua kesimpulan utama itu sebagai berikut :

Pertama, Demokrasi yang telah dijajakan Barat yang kafir ke negeri-negeri Islam itu sesungguhnya adalah sistem kufur. Tidak ada hubungannya dengan Islam sama sekali, baik langsung maupun tidak langsung. Demokrasi sangat bertentangan dengan hukum-hukum Islam dalam garis besar dan perinciannya, dalam sumber kemunculannya, aqidah yang melahirkannya atau asas yang mendasarinya, serta berbagai ide dan peraturan yang dibawanya.

Kedua, Maka dari itu, kaum muslimin haram mengambil dan menyebarluaskan demokrasi serta mendirikan partai-partai politik yang berasaskan demokrasi. Haram pula bagi mereka menjadikan demokrasi sebagai pandangan hidup dan menerapkannya; atau menjadikannya sebagai asas bagi konstitusi dan undang-undang atau sebagai sumber bagi konstitusi dan undang-undang; atau sebagai asas bagi sistem pendidikan dan penentuan tujuannya. Syekh Abdul Qadim Zallum menegaskan, “Kaum muslim wajib membuang demokrasi sejauh-jauhnya karena demokrasi adalah najis dan merupakan hukum thaghut.” [ ]

= = = =

**Lajnah Tsaqafiyah DPP HTI; Penerjemah kitab Demokrasi Sistem Kufur (Syekh Abdul Qadim Zallum) dan kitab Menghancurkan Demokrasi (Syekh Ali Belhaj).