Rabu, 03 Desember 2008

BAI’AT

BAI’AT ADALAH SALAH SATU KEWAJIBAN TERAGUNG Kitab : Mafaahiim Islaamiyah, Menajamkan Pemahaman Islam, Kaatib : Muhammad Husain Abdullah Raiisu Tahriir : DKM MARLINA BUCHARI UNIVERSITAS NASIONAL PASIM
Rasulullah saw.bersabda:
“Siapa saja menarik diri dari ketaatan kepada Allah, maka ia akan bertemu pada hari kiamat dalam keadaan tidak memiliki hujjah. Dan Siapa saja mati sedang di pundaknya tidak ada bai’at , maka ia mati seperti mati jahiliyah”(HR. Muslim)
Dan bersabda:
”Siapa saja membeni sesuatu dari pimpinannya, maka bersabarlah karena sesungguhnya Siapa saja yang keluar dari penguasa walau hanya sejengkal, maka ia mati seperti mati jahiliyah” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dua hadits syariif diatas keduanya menjelaskan tempat kembalinya orang yang mati sedang pada pundaknya tidak ada bai’at kepada amir ’amm (pemimpin umum) yaitu khalifah. Karena sesungguhnya kepemimpinan khusus (imarah khashashah) itu hanya pada satu urusan dari urusan-urusan kehidupan, temporal dan hukumnya terkadang sunnah seperti kepemimpinan dalam perjalanan dan terkadang wajib seperti kepemimpinan dalam partai. Yang demikian ini sesuai dalil-dalil syara’ yang telah memberikan ketentuan atasnya. Sedangkan kepemimpinan umum, yaitu Khilafah, maka merupakan kepemimpinan untuk mengurusi semua urusan kehidupan, waktunya kontinu, tidak temporal. Yang demikian ini sesuai petunjuk al-Qur’an, Sunnah dan Ijma Sahabat. Sesungguhnya Allah yang Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana telah menuntut manusia agar melaksanakan kewajiban-kewajiban dengan tuntutan yang tegas dan Allah telah menjadikan diantara kewajiban-kewajiban itu perbedaan dalam keurgensiannya, Dalam mengingkari orang yang menyamakan antara sebagian kewajiban-kewajiban, Allah swt berfirman:
”Apakah (orang-orang) yang memberi minuman orang-orang yang mengerjakan haji dan mengurus Masjidilharam kamu samakan dengan orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian serta bejihad di jalan Allah? Mereka tidak sama di sisi Allah; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang zalim.”(TQS .At Taubah: 19)”
Dan Rasulullah bersabda :
”Dan sesungguhnya tetapnya salah seorang diantara kalian pada barisan – yakni barisan perang— adalah lebih baik dari shalatnya selama enam puluh tahun” (HR. Ahmad dari Abi Umamah)
Allah swt benar-benar telah menjadikan untuk hukum wajib indikasi-indikasi yang beragam menunjukan atas tuntutan yang tegas untuk melaksanakan aktivitas. Termasuk indikasi- indikasi ini adalah terkena sanksi di dunia maupun di akhirat karena meninggalkan kewajiban, dan diantaranya lagi adalah terkena marah, laksnat atau murka allah dari meninggalkan kewajiban tersebut afa;aj indikasi-indikasi yang berbeda –beda dalam kekuatan sanksi juga macamnya. Semua itu menunjukan perbedaan dalam derajat-derajat kewajiban (manazilul wajibat) Sesungguhnya sanksi-sanksi yang telah dikenakan oleh islam atas orang-orang yang meninggalkan keajiban sangat berat dan membuat jera. Hanya saja sanksi yang telah ditetapkan oleh islam dari meninggalkan bai;at – yaitu metode mengakkan Khilafah— telah datang dengan bentuk sanksi yang istimewa baik lafad dan maknanya. Dan tidak ada yang menyamainya dalam bentuk lafazznya –sebats ilmuku—dalam hadist-hadist Rasulullah saw, sanksi tersebut adalah sabda Rasulullah saw:
Dan Siapa saja mati sedang di pundaknya tidak ada bai’at , maka ia mati seperti mati jahiliyah”(HR. Muslim)
Maka siapa saja mati dari kaum muslimin dalam keadaan meninggalkan kewajiban ini walaupun hanya sebentar sebelum matinya, maka matinya mati jahiliyah yakni mati seakan-akan kafir. Sedangkan orang yang kafir sebelum matinya, maka semua amalnya hangus sehingga tidak manfaat pada hari kiamat amal-amal yang telah didahulukannya seperti shalat, zakat, jihad dan lain-lain. Begitu pula orang muslim yang tidak beraktifitas untuk mewujudkan Khalifah bagi kaum muslimin atau meninggalkan aktivitas ini sebelum matinya agar ada bai’at pada lehernya kepada Khalifah ini, maka ia mati sebagaiamana orang kafir, walaupun pada hakikinya ia bukan orang kafir, tapi karena besar dosa yang dipikulnya karena meninggalkan perkara tersebut dan karena besarnya dosa yang dipikulnya karena meninggalkan aktivitas tersebut. Maka ia mati seperti orang kafir walaupun ia meyakini akidah islam dan walaupun ia mengikatkan diri dengan hukum-hukum islam. Karena ia mati sedang pada lehernya tidak ada bai’at kepada Khalifah secara syar’i serta ia mati dalam keadaan beraktivitas untuk mewujudkan kalifah ini. Kewajiban ini adalah diantara kewajiban-kewajiban yang paling wajib dan paling agung, sebab diatasnya bergantung penerapan mayoritas hukum-hukum syari’at seperti mengurusi berbagai urusan umat, menjaga batas-batas negara, menerapkan hukum–hukum, melaksanakan berbagai had dan mengemban risalah islam kepada seluruh manusia. Dan dengan tanpa adanya kewajiban ini umat islam tidak memiliki entitas politik dan tidak memilki kedudukan diantara umat-umat di dunia. Sesungguhnya apa yang menimpa kaum muslimin pada saat ini sepeeti tercabik-cabik lemah, hina dina, dan seperti ketundukannya kepada kekuatan kufur dan kesewenang-wenangan tiada lain kecuali sebagai akibat tidak adanya Khalifah bagi kaum muslimin yang mengurusi urusan-urusan mereka dengan islam dalam satu negara di bawah panji ”Lailahaillallah Muhammad Rasulullah” Lafadz ”baiat ”apabila disebut dengan tanpa indikasi menunjukan bai’at syar’i, khusus kepada Khalifah atau pemimpin kaum muslimin atau imam. Lafadz baia’at ini benar-benar telah datang dengan makna seperti ini dala hadits-hsdits nabawi yang lain. Rasulullah saw. Bersabda:
”Dan laki-laki yang telah membai’at imam, ia telah memberikan uluran tangan dan buah hatinya kepada imam..”
dan bersabda:
”Apabila telah di bai’at dua orang khalifah, maka bunuhlah khalifah yang terakhir dari keduanya”
juga sabdanya:
”Akan ada para Khalifah lalu menjadi banyak,”sahabat berkata : Lalu apa yang tuan perintahkan untuk kami? , Nabi menjawab : ”Tepatilah bai’at kepada khalifah pertama maka Khalifah yang pertama”
Hadits-hadits ini menunjukan dengan sangat jelas dan gamblang bahwa sesungguhnya bai’at yang wajib hanyalah kepada Khalifah, karena bai’at ini menjadi metode syar’i yang telah ditentukan Allah selaku pembuat syara’ untuk mengangkat Khalifah. Sedangkan mengangkat selain Khalifah seperti amir (pemimpin) partai atau jamaah amir perjalanan, amir delegasi, amir salah satu urusan-urusan kehidupan, maka semuanya tidak dengan bai’at syar’i yaitu baiat khusus untuk mengangkat Khalifah, akan tetapi hnaya dengan mengangkatnya menjadi amir atas merea tanpa bai’at.
”Apabila mereka bertiga dalam perjalanan, maka mereka harus menjadikan salah seorang diantara mereka sebagai amir mereka.”
Sedangkan bai’at kaum wanita atau bai’at perang dalam baiat ’Aqabah kedua atau bai’atur Ridhwan di bawah pohon sebagaimana telah disebutkan dalam nash- nash syara’ yang sahih dan dijadikan hujjah oleh orang-orang yang mengatakan bahwa bai’at dilakukan kepada setiap amir, maka sesungguhnya yang dimaksud adalah makna lughowi wadh’iy untuk lafadz baiat, yaitu ijab qobul diantara dua pihak dalam perkara tertentu selain Khilafah. Dan bai’at tersebut berarti saling berjanji dan mengikatkan diri dengan perkara yang ditentukan dari dua belah pihak. Semuanya telah ditunjukkan oleh susunan (siyaaq) yang disebutkan dalam nash dan indikasi-indikasi yang menyertainya. Allah swt berfirman:
Hai Nabi, apabila datang kepadamu perempuan-perempuan yang beriman untuk mengadakan janji setia, bahwa mereka tiada akan menyekutukan Allah” (QS. Al Mumtahanah :12)
maka maknanya adalah mereka berjanji setia kepadamu, Dan firmanNya:
” Sesungguhnya Allah telah ridha terhadap orang-orang mukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon, maka Allah mengetahui apa yang ada dalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan atas mereka dan memberi balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat (waktunya)” (QS. Al Fath: 18)
Juga maknanya adalah mereka berjanji setia kepafamu untuk memerangi orang Quraisy. Dan dalam siroh Ibnu Hisyam telah datang:
”Kami berjanji kepada Rasulullah saw dengan janji perang..dan diantara janjiitu sesunggunya kami mengambilnya atas musibah harta benda dan dibunuhnya orang-orang mulia..”
Maka lafadz bai’at itu bermakna sesungguhnya sahabat Anshar dari suku Aus dan Khaozroj telah saling berjanji untuk menolong Rasulullah saw dalam membangun negara di Madinah apabila nabi datang kepada mereka, mereka akan berkorban dengan harta dan benda dan jiwa mereka dalam merealisasikan tujuan tersebut, yaitu membanngun Negara Islam. Dan apabila lafadz bai’at disebut tanpa ada indikasi, maka menunjukan makna syara’, hanya itu, yaitu metode tertentu untuk mengangkat Khalifah. Dan siapa saja yang memakai metode bai’at syar’i untuk mengangkat amir selain Khalifah seperti amir partai atau amir perjalanan, maka ia benar-benar telah menyalahi syara’ dari satu sisi. Dan dari sisi lain sesungguhnya bai’at untuk mengangkat amir selain Khalifah tidak mencukupi (menggugurkan) bai’at syar’i yang telah disebutkan dalam sabda Rasulullah saw:
"Dan Siapa saja mati sedang di pundaknya tidak ada bai’at , maka ia mati seperti mati jahiliyah”
Sesungguhnya orang yang menyadari sabda Nabi saw:
"Dan Siapa saja mati sedang di pundaknya tidak ada bai’at , maka ia mati seperti mati jahiliyah”
Maka jiwanya tidak akan pernah damai dan hatinya tidakakan pernah tenang apabila ia belum beraktivitas untuk merealisasikan kewajiban ini. Walaupun ia telah mengikatkan diri dengan islam, karena ia memahami bahwa puasanya, shalatnya shilaturahimnya dan lain-lainnya semuanya tidak bisa menolak mati jahiliyah ini. Selagi Khalifah ini belum ada untuk membai’atnya agar memerintah dengan Kitab dan Sunnah maka ia harus beraktivitas melalui metode syar’i untuk mewujudkan Khalifah ini, Karena sesuatu yang wajib , yaitu bai’at syar’i tidak bisa sempurna kecuali dengan adanya Khalifah. Kaidah syar’a menegaskan:
”suatu dimana perkara wajib tidak bisa sempurna kecuali dengannya, maka sesuatu itu hukumnya wajib”
Maka apabila orang muslim meninggal dunia sedang ia sedang beraktivitas untuk mewujudkan Khalifah dengan metode syar’i, maka ia benar-benar telah melaksanakan seuatu yang telah diwajibkan Allah atasnya dan gugur darinya dosa akibat tidak adanya bai’at dan ia telah keluar dari keumuman sabda Nabi saw:
Dan Siapa saja mati sedang di pundaknya tidak ada bai’at , maka ia mati seperti mati jahiliyah”(HR. Muslim
Karena ia mati dalam keadaan terlibat dengan aktivitas untuk merealisasikan pembai’atannya kepada Khalifah. Sesungguhnya siapa saja yang menyadari makna hadist ini dari para pengemban dakwah yang sedang beraktivitas untuk mengembalikan negara khilafah, agar senantiasa bersemangat pada aktivitasnya dan teguh pada metode yang akan merealissasikan kewajiban tersebut dan ia akan terus melibatkan diri dengan aktivitas ini sampai akhir nyawa dari kehidupannya agar tidak mati seperti mati jahiliyah. amiiiin... Alhamdulillah...

1 komentar:

  1. Simak terus up date diskusi antara mantan ht dan aktifis ht di http://mantanht.wordpress.com semoga bermanfaat

    BalasHapus