PERTANYAAN III
ukhtii IS (30/12/2008 17:22:39): ketiga, apakah baik, ikhwan memilih akhwat yg belum siap menikah dibandingkan dgn akhwt yg telah siap mnkh, alasan ap yng syari utk it?
JAWABAN III
Tanggapan Pertama,
Jika pertanyaannya baik atau tidak ; artinya baik (khair) atau buruk (syarr). Pertimbangan ini berdasarkan ketentuan syari’at (penjelasannya ada dalam kitab Mafaahiim Hizbut Tahriir). Di sisi lain ukhtii mesti ingat bahwa memilih pasangan itu pun berdasarkan standar-standar (maqaayis) dan pertimbangan-pertimbangan tertentu yang dipahami seseorang, sampai pada keyakinan (qanaa’ah). Dalam hal ini, jika yang dimaksud ialah pertimbangan baik dan buruk maka standar dan pertimbangan2 yang dipakai pun standar dan pertimbangan Islam. Alaysa Kadzaalik ?
Tanggapan Kedua,
Hmm… “alasan yang syar’i” ?
Mungkin istilah yang lebih tepat ialah pertimbangan syari’at yang artinya pertimbangan yang didasarkan pada petunjuk syari’at, begitu maksud ukhtii ? Atau istilah lain yang mungkin juga tepat adalah pertimbangan mabda’iy (pertimbangan ideologis) ?
Tanggapan Ketiga,
Jika ukhtii bertanya seperti itu dengan mengasumsikan terjadi pada ikhwan yang mafhum, maka bisa jadi ukhtii salah paham. Pasalnya ukhtii… ikhwan yang mafhum, ketika ia memiliki ‘azam untuk menikah lantas mengkhitbah akhwat yang ia pilih, bisa saja hal itu berdasarkan dugaan kuatnya (meminjam istilah ghalabatuzh-zhann) bahwa akhwat yang ia khitbah sudah memiliki ‘azam untuk menikah. Dan iapun sudah memiliki keyakinan pada akhwat yang dipilihnya berdasarkan standar dan pertimbangan yang ia pakai sedari awal. Sejauh yang penulis pahami ini diantara ujian hati jika kita dianugrahi kecendrungan pada lawan jenis, akan tetapi tidak bisa direalisasikan sampai pada ikatan yang halal (baca : ikatan nikah, subhaanallaah). Sebagaimana hadits yang dikutip Syaikh Ibnul Qayyim dalam kitab Raudhatul Muhibbiin, bahwa obat yang paling mujarab bagi dua insan yang jatuh hati ialah menikah….Wallaahu a’lam .
Tanggapan Keempat,
Tafakurnya penulis (dari pesan-pesan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, pembahasannya sudah banyak dijelaskan para ulama dalam kitab-kitab mereka, diantaranya kitab Fathul Mu’in, Syaikh Zainuddin Malibari al-Fannani) ;
- Ketaqwaan ; kunci memilih pasangan ada pada keseriusan, kesungguhan memahami dan mengamalkan Islam, di sisi lain dengan catatan jika akhwat yang dipilih memang bukan termasuk golongan akhwat yang haram untuk dinikahi ; ikhwan yang shalih pasti ridha pada agama dan akhlak akhwat yang dipilihnya. Ini ia jadikan sebagai orientasi utama ; yang ia istilahkan dengan kunci, dan sungguh ketaqwaanlah yang menjadi ukuran kecantikan dari dalam (inner beauty). Dan sejujurnya, ia meyakini jika seseorang berkenan dan serius jadi seorang “syabbah”, maka kunci orientasi keseriusan untuk memahami dan mengamalkan Islam itu sudah terpenuhi, insya Allah ; lebih mudah membangun baitii jannatii… karena satu fikrah, sama orientasi, satu visi dan misi. Setelah kunci ini terbuka, maka pertimbangan selanjutnya (penulis)
- Kecantikan Lahir (tampak secara zhahir) hal ini naluriah dan sah-sah saja, dan lebih baik jika dimotivasi untuk lebih ‘iffah, karena sifat dasar manusia yang mencintai keindahan, bagi seorang suami sungguh istri shalihah yang pandai merawat diri bisa lebih mendatangkan kesenangan, menyejukkan pandangan dan menundukkan pandangan dari kecendrungan pada akhwat lain yang tidak halal. Ingat ! Salah satu amalan ibadah seorang wanita, yang tidak mungkin bisa diamalkan terkecuali jika wanita tersebut sudah menikah, ialah bersolek untuk suami. Dan bagi penulis, untuk mengukur kesehatan dan kebersihan fisik seorang akhwat (dalam pembahasan melihat akhwat yang dikhitbah) cukup dengan melihat kebersihan dan kesehatan wajah dan tangannya (maka jagalah baik-baik kesehatan dan kebersihan),
- Sifat Keibuan, Kasih Sayang dan Kelemah-Lembutan (bisa tampak dari kecendrungan dan sikapnya pada anak-anak) ; lebih mendatangkan kesenangan, menyejukkan hati,
- Kedewasaan & Kecerdasan ; bisa tampak dari cara ia bersikap, cara ia berbicara dan atau dari tulisan-tulisannya,
- Kegadisan/Keperawanan ; jika belum menikah yaa… masih perawan, yang dinilai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam cenderung lebih ‘romantis’ atau –maaf- ’bisa diajak bermain-main’,
- Kesuburan ; bisa dipertimbangkan dengan melihat keluarganya ; jika latar belakang keluarganya subur, maka kemungkinan besar akhwat itupun subur, atau diketahui secara medis (instannya ; ilmu mengukur kesuburan dalam Thibbun Nabawiy, saudara/i tahu caranya ?)
- Nasab ; berasal dari keluarga baik-baik, terhormat
- Harta ; ini pertimbangan yang paling terakhir.
- Dll.
Yang intinya ketika ikhwan yang mafhum mencari pasangan, maka ia akan mencari pasangan yang ia yakini kelak bisa menjadi seorang ; istri dambaan (mar’atush shaalihah), ibu teladan bagi anak-anak dan pengatur rumah tangga (ummun wa rabbatul bait), da’iyah bagi keluarga dan masyarakat. Maka persiapkanlah wahai saudari-saudariku !Hmm.. di bawah ini penulis rekomendasikan sebuah artikel, yang membahas tentang cantik itu mudah dan murah : setuju ! (bisa saudara/i baca di www.deaisha.multiply.com)
Tanggapan Kelima,
Bagi penulis, faktor lain yang jadi pertimbangan memilih akhwat adalah jika ia terkondisikan banyak berinteraksi dengan akhwat yang dimaksud. Sehingga bisa saja ia lebih cenderung memilih akhwat yang banyak berinteraksi dengannya daripada akhwat-akhwat lain, dalam konteks ingin lebih menjaga interaksi. Yang tentunya setelah dipertimbangkan dengan standar dan pertimbangan-pertimbangan di atas. Dengan ikatan khitbah maka interaksi dirasa jauh lebih aman dari fitnah. Alaysa kadzaalik ? Wallaahu a'lam bish-shawaab.
Bersambung.. s.d. 6 pertanyaan ..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar